Menjadi Istri Sang Bintang Film

Hanya Suka 



Hanya Suka 

0Ruang rapat itu menjadi sunyi, seolah-olah udara telah mengembun, mereka semua tidak pernah berpikir jawaban Jiang Tingxu akan seperti itu!     
0

90% dokter sangat enggan untuk memilih berjaga di Unit Gawat Darurat.     

Kenapa?     

Karena pekerjaan di sana sangat padat dan beresiko, dokter yang memilih berjaga di sana seperti orang yang rela masuk ke dalam kubangan badai.     

Satu hal lagi adalah, departemen gawat darurat memiliki kontak yang lebih rumit dengan keluarga pasien daripada departemen rawat inap, departemen darurat bukan hanya tempat yang sangat tidak aman, tapi juga departemen yang paling rentan terjadi perselisihan medis.     

Wajar jika hanya sedikit dokter yang mau pergi ke Unit Gawat Darurat.     

Tidak heran setelah Jiang Tingxu berkata demikian, semua orang menjadi sangat terkejut.     

Alis wakil kepala rumah sakit bergetar beberapa kali dan bahkan dia sampai menarik napas dalam-dalam.     

"Dokter Xiao Jiang, bisakah Anda beritahu kami kenapa Anda sampai memilih departemen gawat darurat?"     

Kemampuan Jiang Tingxu telah ditunjukkan di depan seluruh dokter di rumah sakit itu. Dia bisa masuk ke departemen mana pun semudah yang dia suka. Bahkan ketua departemen ortopedi baru saja mengajaknya secara langsung!     

"Departemen gawat darurat? Kenapa harus memilih departemen itu?"     

"Itu... saya lebih suka di sana saja."     

Ehem.     

Semua orang semakin terkejut dengan jawaban ini.     

Jiang Tingxu kembali berbicara.     

"Ketua, keputusan saya sudah sangat jelas. Mohon persetujuannya!"     

Karena semua telah dikatakan, lebih baik menunjukkannya saja secara langsung.     

Kalau tidak, ke depannya akan memakan banyak waktu.     

Jiang Tingxu melihat ketua rumah sakit yang tampak menghela napas. Lagi pula, meski departemen ortopedi kekurangan tenaga kerja, tidak sebanding dengan kekurangan di departemen gawat darurat. Tidak peduli berapa banyak dokter di departemen itu, berkali-kali pun tidak akan cukup!     

Jiang Tingxu yang menjelaskan keinginannya untuk masuk ke departemen gawat darurat membuat semua orang yang ada di ruangan itu tidak lagi bisa berbahagia. Mereka pun sadar bahwa mereka tidak lagi bisa mengambil dokter handal itu secara sepihak!     

Ketua rumah sakit meminum dua teguk teh dari cangkir di hadapannya, sikapnya kembali tenang seperti yang seharusnya dimiliki para pemimpin.     

"Kalau begitu, Dokter Xiao Jiang juga sudah memutuskan dan bersedia berada di departemen gawat darurat, jadi semuanya sudah beres!"     

"Terima kasih, Ketua!"     

Jiang Tingxu tentu saja merasa sangat senang. Dia kemudian menyapukan pandangannya ke seberang dan tidak sengaja melihat Bibi Wen, lalu ia pun berhenti sejenak. "Habis sudah!"     

Sebelum ini Jiang Tingxu memang tidak mengatakan rencananya kepada Bibi Wen. Apakah Bibi Wen saat ini marah?     

Tapi Jiang Tingxu tidak melihat ekspresi marah di wajah Bibi Wen, raut wajah dokter tua itu masih serius seperti biasanya.     

"Pantas saja bibi Wen dijuluki si tidak manusiawi oleh orang lain?"     

Saat ini Jiang Tingxu merasa seperti anak kecil yang membuat kesalahan. Dia melihat Wen Jie dengan tatapan penuh rasa bersalah.     

Untungnya masalah ini telah berakhir dan pertemuan mingguan secara resmi akan dimulai.     

Sebenarnya dalam rapat itu Jiang Tingxu dipanggil oleh Ketua untuk diperkenalkan kepada semua orang. Tapi karena semua orang sudah melihatnya, jadi tidak ada yang perlu dikatakan.     

Berikutnya, Jiang Tingxu hanya bisa mendengarkan jalannya rapat yang panjang dan membosankan. Dia tidak punya kesempatan dan tidak memenuhi syarat untuk berbicara sama sekali.     

"Kami merawat total 12 pasien kritis di bagian toraks minggu lalu. Saat ini, delapan di antaranya telah keluar dari masa kritis, tiga masih dalam pengawasan di ICU, dan satu tidak bisa diselamatkan, mohon maaf yang sebesar-besarnya!"     

Ketua rumah sakit mengerutkan kening, kemudian melambaikan tangannya.     

"Mereka yang tidak dekat dengan Tuhan tidak bisa menjadi dokter, dan mereka yang tidak dekat dengan keabadian juga tidak bisa menjadi dokter."     

"Meskipun kita sering menggunakan kalimat ini untuk menyemangati diri sendiri, kenyataan tidak mengizinkan kita sama sekali. Dokter juga manusia, bukan Tuhan. Kita melakukan semua yang kita bisa!"     

Setelah mendengar perkataan ketua rumah sakit itu, dalam hati semua orang tentu saja merasa terkejut.     

Kenyataannya, semua orang terutama keluarga akan selalu memiliki harapan yang tinggi, entah harapan itu bisa dicapai atau tidak bisa sama sekali.     

Ketika kenyataan kejam itu datang, anggota keluarga pasti akan merasa sedih karena kehilangan orang yang disayang, tapi mereka tidak tahu, dokter yang menangani pasien itu juga merasa hatinya sedang diiris.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.